Minggu, 22 Agustus 2010

(sinopsis) Khuldi

Pada saat akal diciptakan adalah bersamaan dengan petunjuk-petunjuk yang mencerahkannya, agar keberadaannya sebagai bekal pengetahuan dapat lebih dinamis terangkai dalam beragam sudut pandang yang selalu dapat diolah oleh lisan dan gerak.
Kemudian perintah awal yang diterima dalam sebentuk kata ‘berpalinglah’, menjadi jejak pembuktian pertama bahwa akal adalah merupakan wadah segala kemungkinan, semesta kemungkinan tentang arah, maksud dan tempat.
Ketika itulah kesadaran berperan, oleh karena kata tersebut memiliki makna yang mencakup kehendak atas adanya suatu wilayah lain yang bisa disinggahi oleh kenyataan perbuatan ‘berpaling’, yang apabila wilayah tersebut sebelumnya tidak ada, maka mustahil perintah itu dijadikan. Itulah bekal awal bagi keberlangsungan akal untuk dipenuhi oleh kemungkinan-kemungkinan.

Dimensi itu berhasil dirangkum oleh Adam melalui penghayatannya terhadap kesaksian, dimana dia menemukan rahasia tersebut berdasarkan Syahadah (persaksian) yang didalamnya mengungkapkan petunjuk bahwa ‘diantara keturunannya akan ada yang menjadi cahaya penerang yang bahkan dia sendiri wajib mengakui kemuliaan itu’, membuktikan keyakinannya dengan tidak menarik kembali atas apa yang telah ia ucapkan dan tidak mempertanyakan, sebagai keimanan.
Akan ada kegelapan yang meliputi suatu tempat, dan mustahil tempat tersebut adalah ‘Surga’ dimana ia bertempat saat itu, melainkan suatu tempat yang redup, cenderung gelap, yang memberikan gambaran bahwa ia tidak akan dibiarkan sendiri, oleh karena itu terdapat syarat, akan ada selain dia (mahluk dalam jenis yang sama) yang dimuliakan oleh Allah. Adam adalah mahluk pertama yang sadar akan bekal yang dimilikinya.
Hawa adalah sesuatu yang lain yang berbeda dalam banyak hal dengan Adam, apa yang membuatnya setara dengan Adam adalah saat diakui keberadaannya yang juga disebut sebagai manusia.
Perilakunya terbentuk karena perhatiannya kepada Adam, apa yang membuatnya tertarik kepada Adam adalah segala lisan dan gerak Adam yang mulia. Kepatuhannya terhadap Allah, penghambaannya yang ikhlas, niatnya yang bersih, kebaikan pekerti kepada yang hidup.
Sebagai rusuk Adam, maka Hawa berkewajiban untuk menjaga segala rahasia hati dan mempertahankan detak jantung kehidupan. Dan Adam yang dilindungi juga harus berwasiat demi kepentingan itu, karena hanya Adam yang mengetahui kelemahannya sendiri.
Pengalihan menuju terang telah terjadi dengan kembalinya ingatan Adam dan menjauhkannya dari kelalaian tentang Allah, dan dia menyadari bahwa memang dia berpotensi menghasilkan namun mustahil baginya mengawali ciptaan karena kenyataannya Hawa dijadikan darinya dan bukan dijadikan olehnya.
Kesendiriannya mesti ditemani oleh pendamping yang dapat mendorongnya untuk mendapat jawaban, maka Hawa terwujud dari ‘Jiwa’ yang merupakan semangat dan keingintahuan, perbedaan yang dinyatakan demi penyatuan.
Segala sebab atas mereka adalah untuk menemukan suatu wadah lain bagi setiap rasa yang dimunculkan akibat pertemuan dari keduanya, ialah ‘Hati’.
Hingga suatu ketika Adam dan Hawa sedang melangkah pada suatu tahap pemahaman terhadap kenyataan, tentang perbedaan yang mereka miliki dan bahwa hal itu dijadikan demi menguraikan kekuasaan Allah.
Saat itulah Iblis yang hadir dalam bentuk sisi lain dari kebaikan yang mesti disadari, menyampaikan sebuah tafsir yang lebih sempit dan sederhana untuk dipahami dengan segala kemudahannya yang tak bertanggung jawab.
Khuldi adalah juga pohon pengetahuan sebagaimana yang lainnya, sama memiliki cabang-cabang ranting yang menuju ke berbagai arah. Namun ia tidak boleh didekati, dikenai kehendak sebagai yang akan merusak nilai-nilai kemanusiaan.
Rasa laparpun bukanlah jawaban untuk mendapatkan ampunan. Dunia khuldi bukanlah sebuah pilihan meski ia ada dan nyata. Betapa banyak kemungkinan mengenai khuldi dan ia tetap harus sebagai kemungkinan semata.
Adam berlari menjauh karena takut dan malu, akhirnya ia mengerti bahwa inilah keadaan yang tidak diijinkan oleh Allah, hubungan yang tidak diperkenankan.
Dia malu dengan kesetaraan Hawa terhadapnya, kemampuan yang sama dari jenis yang lain. Tersingkapnya rahasia mereka adalah sesuatu perilaku disertai hubungan yang berlebihan yang tidak boleh dilakukan tanpa perkenan Allah.
Hawa belum mendapatkan pengertian apapun mengenai hal itu, hanya sekedar menghindari semua yang ada di dekatnya sebagaimana yang dia perhatikan dari perilaku Adam saat mulai berlari menjauh dari dirinya.
Iapun menghindari setiap sesuatu yang mendekat hingga waktunya kealamian maksud Allah diperlihatkan padanya. Dia mendapatkan haidnya, dan itulah yang membuat Hawa takut, ia memperoleh rasa takutnya. Ia merasakan kekotoran dari dalam dirinya, pun tak ada yang ingin mendekatinya.
Mereka harus merasakan jatuh pada sebuah keadaan hina, mereka harus diceraikan, sehingga terjadi lagi perihal keberpalingan untuk mengukur kadar ingatan tentang pasangan sejatinya, yang menjauhkan keduanya dimana ketetapan bahwa mereka saling membutuhkan adalah pasti, dan mereka mesti menyadari bahwa kerinduan terhadap masing-masingnya adalah kebenaran, perjodohan mereka adalah mutlak dan mereka harus saling menemukan dan kembali demi kebenaran yang sudah pasti.
Semesta makna yang diberikan pada ‘Khuldi’, ia hanya kembali sebagai suatu sarana menuju Bumi, sebagian dari proses pengenalan dari suatu kedaan menuju pada keadaan berikutnya secara bertahap diberbagai dimensi dalam setiap tingkat, bukan sebagai dosa asal namun suatu perbuatan yang mesti dipahami bilamana dilakukan agar segala sesuatu terjadi karena pengetahuan yang benar dan arah yang lurus dengan ingatan akan Allah dan pedoman berpikir yang diamanatkan melalui ‘Qalam’.
Pada kenyataannya Iblis merupakan mahluk yang terusir dari surga, dalam hal ini maka adalah wajar bila ia pun mengenali kebenaran sebagaimana yang pernah ia alami dalam kehidupannya di surga dan sudah menjadi hak baginya untuk memutarbalikan kebenaran itu sebagai obyek permainannya seperti apa yang telah diperjanjikan Tuhan dihadapannya.
Iblis melalui ular membagi pengetahuannya tentang manusia sebagaimana yang diketahui oleh Adam, karena itulah kemudian ia (Adam) merasa telah ditelanjangi bahkan disampaikan pula pada Adam tentang semua kesenangan surga seperti yang pernah dialami Iblis.
Meski demikian Iblis pun tidak pernah memperoleh limpahan rahasia hati itu, namun ia mempelajari gejalanya. Oleh karena itu hal terpenting baginya adalah untuk mengunci hati manusia agar Iblis tidak sendiri mengalami neraka.
Allah adalah sumber, tempat kembali namun tetap sebagai obyek yang dirindukan selama keterpisahan yang dijadikan belum diakhiri, maka diadakan wadah keberpalingan, yaitu Hawa, untuk menjaga Adam atas kesadarannya tentang Allah dan ia berhasil mewujudkan potensi akal dalam keadaannya yang bersih, maka Adam adalah ‘manusia pertama’.
Semuanya terjadi di bumi, di wilayah mana mereka harus berusaha dalam kesendirian untuk meraih apa yang sudah ditetapkan sebagai ketentuan demi surga yang mereka rindukan. Merekapun dikenal bukan dari apa yang baik bagi mereka akan tetapi sebuah ketentuan tentang apa yang benar demi dan atas mereka.
Memang, ketika Allah menghendaki persatuan (lebur) dari pria dan wanita maka DIA mengamanatkan cinta, dan amanat itu tidak akan hilang apalagi dicabut kembali, melainkan disembunyikan dari keduanya saat terlalu asyik. Hal ini dikehendaki agar mereka kembali ingat kepada Sang Pemberi amanat, bukannya melulu pada benda-benda ciptaan yang sesungguhnya hanya sebagai tanda dan petunjuk tentang kekuasaan, mereka harus sadar bahwa kepercayaan masih diberikan dan waktu untuk mengingat disediakan.
Karena setiap mata mesti berkedip apalagi mata hati maka dengan ingatan tentang Allah kemudian mata hati dibukakan kelopaknya, dan tirai yang menyelubungi amanat (cinta) akan semakin bening bahkan tersingkap.
Dan keluarga adalah ujian yang menyita kemanusiaan, juga mempengaruhi tenggat waktu terbuka dan tertutupnya kelopak mata hati, maka manusia diingatkan bahwa Allah merindukan hak-NYA yang teralihkan dengan yang selain-NYA.
DIA menyampaikan citra-NYA agar ingatan itu selalu mendampingi, dan arah tujuan bagi penerima dan sang citra adalah... mendekat menuju-NYA.
30 Desember 2001

0 Opini:

Posting Komentar

silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.