Selasa, 20 Maret 2012

masyarakat Marjo

masyarakat Marjo dalam wacana Tarno

napak-tilas jejak Prabu Brawijaya V, mulai dari Jawa bersama Hukum, Psikologi, Politik, Sastra dan Metode Penalaran Matematis dalam keimanan juga kenang rindu-dendam the dearest (the late) Mommy bersama ingatan akan sang permaisuri istana langit, matahari dan bintang kejora.

investigasi dan pemetaan di jalur sang Prabu.

hampir seharian dengan menu santapan daging, susu, roti dan kentang, padahal jelas kita di desa.

tapi alhamdulillah, akhirnya malam ditutup dengan nasi jagung, tahu dan oncom-gembos yang sejak pagi jadi bahan obrolan.

meski perut udah penuh, tetaplah yang dirindukan selalu jadi kepuasan.

bangsa transisional: masyarakat TARJO dalam wacana MARJOISME.

dari proletar menuju marhaen - tanpa bendera, zonder massa.

sejarah, opini, doktrin dan teori kenegaraan di bumi nggak akan nyentuh bentuk Indonesia, mentah.

Ini negara bangsa (nation state) satu-satunya di bumi, heterogenuous adat-budaya dan multi-platform geografi.

Indonesia itu mata rantai yang hilang di segala jaman, gue bangga jadi salah satu bocah yang lahir dari rahim Ibu Nusantara, bersama si MARJO dengan menu sirih-nginang, rokok-candu, ketela rebus dan wedhangan di udara sejuk pegunungannya.

potret transisi (makelar) di era proletarian.

si TARNO dan si MARJO berkata kepada mas Agung, "kami seringkali saksikan di tipi dan membaca di koran tapi kami tidak tahu-menahu tentang apa dan bagaimana negara Indonesia itu, kami ini malah mentakuti dengan berita dan sinetronnya yang tidak memberi hiburan sejahtera, mas Agung".

si TARNO dan si MARJO cuma hidup dan bertahan menurut pemahamannya juga menjalankan hak dan kewajibannya sebagai "warga Nusantara".

bersama beberapa diantara para sahabat terbaik, melepas idealisme dan hanya kumpul bocah Indonesia, tanpa jubah dan bendera disela dingin udara pegunungan dengan ubi-singkong rebus dan teh juga kopi panas.

obrolan tanpa buku dan teori, sekedar sentilan sejarah Nusantara dan fakta tradisi yang hidup di masyarakat.

Keresidenan, Kawedhanan dan perbatasan serta konflik terlantarnya.

mereka pikir "lack off morality" itu berakar dari epistheme, padahal cuma doxa.

syukur, masih ada si TARNO dan si MARJO, sisa manusia Indonesia yang masih survive dalam rangkaian evolusi, bekal abdi dalem yang selamat dari kubur revolusi.

dalam perjalanan napak tilas sang Prabu kemarin banyak banget makna batin.

banyak saudara yang bisa dipercaya: saudara dalam darah, saudara sehati, saudara pikiran, saudara perjalanan/nasib.

"setiap pertemuan pasti ada maksudnya, dan jangan nebak terlalu dini dengan premis seadanya, tapi boleh lah dengan premis kesederhanaan manusia (tanpa "wi")... sahaja lah namanya"

masih ngalir darahku karena teman,

airmata yang hidup dari kesadaran manusia ini,

lega nafas ini karena kecantikan yang anggun dari keluarga,

masih bertahan pada "segala kebaikan" yang bikin inget bahwa bumi yang kujejak bukanlah surga.

anak ke-V ini lagi balik napak tilas perjalanan Prabu Brawijaya V, sekarang pakai pedoman dari Pakubuwono V demi nyempurnakan rukun yang 5.

Moo..oo..mei..yy, i love your strong tenderness.

dalam perjalanan napak tilas sang Prabu kemarin banyak banget makna batin.

banyak saudara yang bisa dipercaya: saudara dalam darah, saudara sehati, saudara pikiran, saudara perjalanan/nasib.

"setiap pertemuan pasti ada maksudnya, dan jangan nebak terlalu dini dengan premis seadanya, tapi boleh lah dengan premis kesederhanaan manusia (tanpa "wi")... sahaja lah namanya"

(Initial AP - dedicated to pak Mo: 2011)
oleh: Agung Pramono

0 Opini:

Posting Komentar

silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.