Herwening Rara Kusumaningsih
C0107007
Tekstologi
Drs. Imam Sutardjo, M.Hum
(Pupuh 30 Sinom Bait 30-43)
A. Pengantar
Serat Centhini ditulis pada tahun 1742 Jawa (1814 M) yang ditandai dengan sengkalan paksa suci sabda ji. Tim penulis diprakasai oleh Adipati Anom Amangkunagara III yang mana merupakan Putera Mahkota Kerajaan Surakarta, kemudian menjadi raja dengan gelar Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana V, beliau sebagai koordinator. Sedangkan anggota tim terdiri atas tiga orang, yakni: Kiai Ngabei Ranggasutrasna, Kiai Ngabei Yasadipura II, dan Kiai Ngabei Sastradipura.
Serat Centhini merupakan naskah yang baik dari ketebalannya maupun kandungan isi teksnya mempunyai keistimewaan. Naskah yang paling tebal di antara naskah Nusantara yang lain dan karena kandungan isi teksnya yang sangat beragam, Centhini sering disebut sebagai ”Ensiklopedi Kebudayaan Jawa”, yaitu tentang segala ilmu yang terdapat di permukaan bumi Pulau Jawa. (Marsono, 2005:2)
Serat Centhini yakni sebuah ensiklopedi yang ditulis dengan bahasa Jawa yang kaya akan data, fakta, dan analisa (Djoko Dwiyanto, 2008: V). Memuat berbagai informasi penting seperti; pendidikan, sejarah, letak geografi, arsitektur rumah adat Jawa, pengetahuan alam, agama, falsafah, tasawuf, mistik, ramalan, perlambang, adat-istiadat, tatacara dalam budaya Jawa (perkawinan, pindah rumah, meruwat dan lain-lain), etika, ilmu pengetahuan (sifat manusia (psikologi), dunia flora fauna, obat-obatan tradisional, dan makanan tradisional), seni (seni tari, musik/suara, wayang, pedalangan, karawitan). Ada pula ajaran tentang perilaku seks orang pada jaman dahulu. Seperti dalam penjelasan Kadis Asmara pada pupuh 30 tembang Sinom, bait 30-43 yang berisi nasehat Nabi kepada Fatimah, putrinya dan Ali menantunya yakni dalam hal hubungan badan suami istri (senggama). Kadis Asmara juga merupakan piwulang para orang tua kepada yang muda-muda agar dapat menurunkan seorang anak (keturunan) yang baik-baik. Semua dijelaskan pada bagian pupuh ini, mulai dari tuntunan sebelum melakukan senggama, hari larangan untuk melakukan senggama, dan bagaimana sebaiknya dalam melakukan.
B. Pembahasan
Berikut teks Kadis Asmara dalam Serat Centhini, yang berbentuk tembang yakni Sinom, terdapat pada pupuh 30 bait 30-43:
30. Iki karesmen winarna/ kang pangandika Jeng Nabi/ salalah ngalehi salam/ rikala amituturi/ dhateng kang putra estri/ Siti Patimah kang luhung/ lawan dhedhawuh marang/ putra mantu Sayid Ngali/ rayiyalahu nganhu bab ing masalah//
31. Ing wong karesmen lan garwa/ eh Ngali pitutur mami/ aja sira asanggama/ tanggal pisan lawan malih/ ing wekasaning sasi/ nora becik karonipun/ iku kalamun dadya/ anake metoni cilik/ lawan aja asanggama tanpa damar//
32. Lamun dadi sutanira/ balilu kurang kang budi/ lawan aja asanggama/ dina Akad lan wengining/ iku kalamun dadi/ pan durjana larenipun/ lawan aja sanggama/ ing dina Rebo tan becik/ lan wengine yen dadi bocah cilaka//
33. Lawan aja asanggama/ wektu pajar nora becik/ lamun dadi larenira/ tuna liwat lareneki/ lan aja karon resmi/ nalika tengange iku/ kalamun dadi bocah/ dadi juru teluh ugi/ lawan aja asanggama malem riyaya//
34. Witri lamun dadi bocah/ duraka mring bapa bibi/ lawan aja asanggama/ maleme riyaya iku/ Besar kalamun dadi/ bocah siwil adatipun/ lan aja asanggama/ ing katlorong Hyang Rawi/ lamun dadi bocah adoh begjanira//
35. Lan malih aja sanggama/ sambi ngadeg datan becik/ mangka lamun dadi anak/ duwe lara beser (kencing) benjing/ lan ora karon resmi/ nalika dina Sabtu/ miwah ing wengenira/ iku lamun dadi bayi/ bilahine adate yen dadi bocah//
36. Lan aja sanggama sira / sambi ngusapi pareji/ miwah dhakar iku aja/ ngusapan lawan jejarik/ mangka kalamun dadi/ bocah kurang budinipun/ lan aja asanggama/ sambi rerasan tan becik/ mapan bisu adate yen dadi bocah//
37. Lawan aja asanggama/ kalawan ningali parji/ lamun dadi larenira/ wuta adate puniki/ lawan aja karesmin/ neng ngisor wit-witan iku/ kang pinangan wohira/ yaiku kalamun dadi/ larenira panggaweyane niaya//
38. Lawan aja asanggama/ malem bar ahet tan becik/ lamun dadi larenira/ anandhang lara tan mari/ iya kalawan malih/ aja sira karon lulut/ ana ing panginepan/ punika kalamun dadi/ larenipun abanget cilakanira//
39. Lan aja sanggama sira/ anuju kel ing pawestri/ lamun dadi larenira/ budhug adate kang sakit/ poma Ngali denenling/ imanena tuduh ingsun/ eh Ngali sanggama/ malem senen iku becik/ myang rinane apan iya becik uga//
40. Lamun dadi larenira/ wateke saregep ngaji/ lawan sira sanggama/ ing malem Salasa becik/ lawan raina becik/ lamun dadi bocah iku/ akeh wong ingkang tresna/ lawan sanggama Ngali/ malem Kemis miwahe rahinanira//
41. Lamun dadi sutanira/ pan akeh begjanireki/ lawan sira sanggama/ ing malem Jumungah becik/ nadyan raina becik/ lamun dadi sutanira/ apan sugih kabisan/ lan sanggama sireki/ sadurunge lingsire Jumungah//
42. Utawa ing Kemis dina/ karone iku ta becik/ yen dadi atmajanira/ dadi pangulu lan malih/ sinunataken ugi/ ing wong asanggama iku/ yen amaca Bismillah/ hirahman ya nirrahimin/ lan amaca tangawut pan sunat uga//
43. yen tan amaca Bismillah/ nalika arep sahwati/ lamun dadi sutanira/ balilu tuna kang budi/ mila yen arsahwati/ derenge gene tangawut/ menak ana panjalmaning/ satru kang denkawruhi/ dipun sami ngestokken Kadis Asmara//
Teks diatas merupakan nasehat Nabi kepada putrinya yakni Fatimah dan Ali putra manantunya dalam hal hubungan badan suami istri (senggama). Adapun hal-hal yang tidak diperbolehkan atau dilarang adalah sebagai berikut:
1. Bersenggama di tanggal awal bulan dan akhir bulan, kelak anak yang lahir akan lahir sebelum waktunya (prematur)
2. Bersenggama tanpa cahaya (ilmu), kelak anakknya memiliki budi (nalar, watak, perilaku) yang kurang baik.
3. Bersenggama di hari Minggu dan malamnya, karena kelak anaknya akan memiliki perilaku yang buruk, seperti pencuri.
4. Bersenggama di hari Rabu dan malam harinya, hal ini tidak baik, karena kelak anaknya akan menemui celaka nantinya
5. Bersenggama diwaktu fajar, hal ini juga tidak baik, karena kelak anakknya akan tuna (tuna rungu, tuna netra, dll) ada yang kurang dimiliki anak (cacat)
6. Bersenggama di hari raya fitri, karena kelak anaknya akan durhaka kepada bapak dan ibunya sendiri.
7. Bersenggama pada malam hari raya fitri, karena anak yang lahir kelak akan cacat (memiliki jari lebih dari lima)
8. Bersenggama di bawah sinar matahari, karena anak yang lahir nanti akan jauh dari keberuntungan.
9. Bersenggama dengan berdiri, hal ini tidak baik dan kelak anaknya akan memiliki penyakit beser ’suka kencing’.
10. Bersenggama di hari Sabtu dan malamnya, karena kelak bayi yang lahir akan terus menemui celaka.
11. Bersenggama sembari mengusap kemaluan wanita (vagina) dan dzakar, karena kelak perilaku anak menjadi kurang baik.
12. Bersenggama sembari menggunjing atau membicarakan orang lain, karena kelak anaknya akan bisu ’tidak bisa berbicara’ (cacat).
13. Bersenggama sembari melihat kemaluan wanita (vagina), kelak anak yang lahir akan buta ’tidak bisa melihat’ (cacat).
14. Bersenggama dibawah pohon, kelak anaknya akan sering dianiaya (teraniaya)
15. Bersenggama malam setelah haidh, hal ini tidak baik, karena kelak anaknya akan menderita sakit yang tak kunjung sembuh.
16. Bersenggama di penginapan, karena kelak anaknya akan menemui celaka yang besar.
17. Bersenggama dengan membuat takut istri dengan cara yang menjijikan, karena kelak anaknya akan menderita penyakit kusta.
Sedangkan berikut adalah hal–hal yang dianjurkan ketika akan bersenggama sebagaimana yang dilakukan Ali:
1. Bersenggama di malam Senin, kelak anaknya akan mempunyai watak rajin mengaji.
2. Bersenggama di malam Selasa, kelak akan banyak orang yang senang dengan anaknya.
3. Bersenggama di malam Kamis, kelak anaknya akan menemui dan mendapat keberuntungan yang banyak.
4. Bersenggama di malam Jumat, hal ini baik dan kelak anaknya akan tercukupi oleh materi ’kaya’ atau bersenggamalah ketika akan habisnya hari Jumat.
5. Bersenggama di hari Kamis, kelak anak akan menjadi pangulu dan kelak besarnya akan menjadi pemimpin yang djunjung tinggi.
6. Membaca basmalah, ta’awudz, dan sunah-sunahnya sebelum melakukan senggama, agar kelak anak yang lahir tidak kurang budinya,
C. Penutup
Kadis Asmara dalam Serat Centhini mengandung suatu ajaran ’piwulang’ para orang tua kepada yang muda-muda agar dapat menurunkan seorang anak (keturunan) yang baik-baik. Semua dijelaskan pada pupuh 30 bait 30-43 ini yang mana berbentuk tembang ’Sinom’ ini. Mulai dari tuntunan sebelum melakukan senggama, hari larangan untuk melakukan senggama, dan bagaimana sebaiknya dalam melakukan.
Sebagian ajarannya masih dirasa relevan sampai sekarang, seperti membaca doa sebelum melakukan senggama. Namun untuk hal-hal yang lain seperti hari-hari larangan melakukan senggama, kurang dirasa relevan di masyarakat sekarang. Banyak masyarakat yang tidak mau tau bahkan menunjuk itu semua adalah musyrik, tidak diajarkan dalam agama mereka. Namun sebagian ada juga yang masih mempercayainya bahkan menjalankannya dan terus menurunkan piwulang ini ke anak cucunya. Biasanya ini ada pada masyarakat yang masih tradisional, yang masih kental dengan adat jawa.
Piwulang diatas memiliki makna yang dalam apabila kita kupas dengan seksama. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Suatu pembahasan seperti ini adalah multi tafsir. Artinya setiap orang dapat menafsirkan makna-makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan pengetahuan yang dia miliki. Jadi dengan demikian tidak ada yang namanya benar mutlak.dan setiap orang berhak untuk menafsirkannya sendiri-sendiri.
Daftar Pustaka
Djoko Dwiyanto. 2008. Ensiklopedi Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka
Marsono. 2005. Tambangraras amongraga Centhini Jilid VIII. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
W.J.S. Poeradarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia : Groningen.
0 Opini:
Posting Komentar
silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.