Senin, 07 Februari 2011

Malam ke 13-16

MALAM KETIGABELAS

Maka, apalagi? Apalagi yang mesti dipikirkan, kecuali menikmati semuanya itu dalam pesta-pora seperti itu? Adakah hal lain yang bisa dinikmatinya? Adakah selain malam-malam mengumpulkan banyak orang, menyediakan mereka makan dan minum, mempertontonkan tarian, tembangan, terbangan, atau wayang kulit semalam suntuk? Adakah diluar makan dan minum yang memukau lidah dan perut?

Denayu Tambangraras dan Centhini menikmati semuanya itu dari tengah pendapa. namun, manakala mereka melihat Syekh Amongraga muncul dari mesjid, kemeriahan pendapa itu harus disudahi.

Dan mereka pun undur diri dari keramaian itu.

Rumah tajug di halaman belakang, lama tak mereka ambah. Namun, semuanya sudah disiapkan. Dan Centhini melihat,kamar pengantin itu seolah tiada berubah. Kain putih terbentang di atas ranjang. Penuh bebungaan melati dan kanthil.

Betapa harumnya menggoda.
Mepu tyasnya Tambangraras,
Ageseng mateng ing ngelmi,
Mungal ing rasa waskitha,
Rumaos den cacaangi,
Keraton akhirati,
San ayu lira kayu gapuk,
Tinetesing dahana,
Kamutug menter amintir,
Kawistara tarunaning aoliya.
Wau Ki She Amongraga,
Angikal astaning sori,
Tiniyung lungayanira,
Mrih dheket denira linggih,
Tambangraras mangarsi,
Tyasnya wantah wus rahayu,
Wus datan aneratab,
Ringga riringga tan mawi,
Myating raka cipta samining wanita,
Ingelus srinatanira,
Mring raka sarwi angaksi,
Ingusap larapanira,
Uning ing garwa tan wigih,
Pae lan wingi-wingi,
Meksih labete kumepyur,
Ing mangkya wus tan taha,
Seh Mongraga ngandika ris,
Sokur yayi sira ngalamat santosa.
(wajah Tambangraras bersemu merah dadu/ia segera mengerti/serasa dada berdesiran/jiwanya bagaikan kayu kering/dijilat api menyala/terlihat begitu jelasnya/tubuhnya gemetaran/wajahnya menggeremang. Amongraga lembut meraba tangan Tambangraras,agar duduk mendekat/kini Tambangraras tiada lagi menggeragap dan gemetaran/ia merasa inilah waktunya bagi perempuan/tangan Amongraga merayap/menggerayangi pakaiannya/dan kini sang istri tiada lagi mengelak/tiada seperti kemarin hari/kepala rasanya mau copot, berdenyut/padahal segalanya kini/lebih dari yang sudah/Syekh amongraga berkata pelan/syukurlah engkau kini telah bersedia. : Serat Centhini, jilid VII, pupuh (sinom) 380:15-17)


MALAM KEEMPATBELAS

Rasanya, seolah baru saja mengerjakan sesuatu yang besar dan berat. seluruh tubuh dan jiwa lungkrah, capek, dan lunglai.


Centhini menganggukkan kepala pelan, dan keluar ruangan yang entah kenapa membuatnya tiba-tiba sesak. Itu pasti perasaannya yang salah. Tapi, biarlah begitu dan dia nikmati. Karena memang tak ada pilihan lain.


Di panepen pengantin itu, setidaknya ia justru merasa aman. Sekalipun pikiran dan perasaannya tetap saja rusuh. Tapi setidaknya, tidak akan ada yang mengganggu.

Setidaknya pula, ia bisa berdiam sendiri di situ dengan lebih tenang.

“sesulit-sulitnya kehidupan, lebih dimungkinkan menjalani kehidupan yang sempurna. Sebagaimana segampang-gampangnya kematian,jauh lebih sulit kematian yang sempurna. Gampang dan tidak gampang, ialah berada dalam dirimu. Hanya satu, dirimu sendiri, tiada orang lain. Hanya pengetahuanlah yang akan membimbingmu, sekalipun pengetahuan itu bagaikan garam sejimpit di tengah samudera yang maha luas…”



MALAM KELIMABELAS

Tak terasa, kini tubuh Centhini sedikit lebih baik. Mudah-mudahan karena jamu yang diminumnya dari pemberian Ni Mbok Daya. Centhini sendiri tidak begitu doyan jamu, tetapi ada banyak jamu yang harus diminum. Lebih karena dia sebagai perempuan. Antara lain jamu menjelang dan setelah datang bulan, jamu untuk mengencangkan tubuh atau payudara. Jamu untuk memancarkan air susu bagi mereka yang sedang menyusui anaknya. Jamu sari rapet, jamu melangsingkan tubuh, ataupun jamu untuk membuat bau tubuh berbau harum. Ada daum sirih sebagai jamu yang, maafkan bila disebut, bisa membuat alat kelamin perempuan menjadi harum.

Nasib orang. Tidak bakal ada yang menduga. Mendadak sontak, Ki Nuripin menjadi priyayi. Ada orang yang akan melayaninya dengan penuh khidmat. Itu berbeda benar dengan waktu-waktu sebelumnya.

Sering ia menjadi bahan ejekan. Karena dalam tubuh dan wajahnya yang lucu itu, tingkah lakunya pun tak jauh beda. Ia seorang lelaki yang lekoh (jorok, suka mengumbar atau menuruti syahwatnya). Meski sudah mempunyai istri, ia gamer mencari perempuan lain. Saking lekohnya, ia konon bia menuruti kata hati, meninggalkan anak istri untukmengikuti seorang ledek (ronggeng, penari, perempuan penghibur) yang sedang diburunya.



MALAM KEENAMBELAS

Tentusaja itu dulu, ketika Centhini dan Denayu bisa bermain ke mana saja. Sekarang tentu saja tidak lagi. Harus menjadi perempuan. Perempuan yang baik. Yang bisa menjaga diri dari tingkah-polah laku urakan.

Bukankah perempuan harus halus, dan serba terukur tutur katanya? Jangan bandingkan dengan pasukan dapur yang bebas merdeka untuk berbicara tentang apa saja. Dengan suara tawa yang meledak-ledak, atau dengan gurauan jorok soal lelaki dan perempuan. Mereka mungkin tidak termasuk golongan perempuan yang diinginkan.

Syekh Amongraga dan Denayu kemudian lenyap ditelan pintu kamar. Centhini menghela napas lega. Kembali Centhini masuk ke dunianya sendiri. Dunia yang penuh dengan terkaan permainan pikiran, dan rasa.

Centhini mendengarkan lagi dari luar kamar, Syekh Amongraga memulai perbincangan malamnya.

Centhini bersiap kembali, menjadi murid gelapnya.

0 Opini:

Posting Komentar

silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.