Senin, 20 Agustus 2012

Perang Tanpa Akhir

Perang Tanpa Akhir


Seperti yang diumpamakan oleh Rasulullah SAW bahwa ini adalah perang terbesar melawan hawa nafsu dan perang ini adalah perang terlama yang akan terjadi dimuka bumi, antara manusia melawan dirinya sendiri, perang yang haibat yang sesungguhnya.

Tidak ada Ghazwah yang membakar semangat seperti penyergapan, tidak ada Badar, tidak ada Khandaq, tidak ada Fathu Makkah, Khaybar, Hunayn, Tabuk ataupun Hudaybiyyah bahkan tidak ada pengusiran, semua yang terjadi adalah demi pengendalian, terhadap diri untuk penundukan seutuhnya.

Bahkan tidak ada perang seumpama Sirya dengan tegasnya perintah, melainkan kewajiban yang berhadapan dengan kejian pengalaman dan perubahan semua mahluk yang memadati ruang dan waktu zaman.

Seumpamanya ramadhan disebut sebagai panglima atau tamu dalam peperangannya mahluk beriman.

Tidak ada kemenangan dalam arti sebenarnya, ini pun juga bukan hari untuk menikmati kepuasan, takbir hanya sebagai penyemangat untuk mengantarkan panglima perang di gerbang mulianya penundukan diri kepada Tuhan, demi setaun dimuka setelah kepergiannya dalam perang ini.

Bahkan Umar sebagai perumpamaan berbanding membatasi rakyatnya untuk tidak boleh terlalu lama mengikuti perang, melainkan secara bergelombang.

Ini bukan kemenangan melainkan puncak penyerahan diri seutuhnya untuk tunduk tanpa memakan korban, dan tidak layak pula merasa menang dalam sanjungan kepuasan, melainkan pujian haru.

Bukan juga pembebasan/kebebasan, karena kita akhirnya harus menyadari bahwa hidup kita tergadaikan di jalan Tuhan untuk ditebusnya sendiri, dan harus siap menghadapi perang selama 11 bulan ke depan dengan tanpa pemimpin.

Kepada sahabat aku akan katakan melalui arah dan sudut pandangku dalam renungan bahasan ini.

Aku akui ramadhan kali ini enggak mampu ngambil hikmah dan ibrah hingga hampir enggak ada perbaikan dibanding taun-taun kemarin.

Sekedar khusyu’ yang tetap berjalan dan semoga ikhlas yang aku cerna itu betul sudah arah dan penerapannya.

Enggak pantas rasanya segala renungan yang entah dalam bentuk tulisan, idea pemikiran maupun lisan jadi pedoman buat handai-taulan dan juga sahabat serta rekan, sakit betul rasanya di hati meski bukan dalam makna munafik, bukan.

Demi kecintaan, hanya karena aku mencintai Junjungan oleh sebab sang Raja, karena itulah aku ngakui segala kekuranganku semenjak bertemu dan menatap paras cantik sang ramadhan.

Sayangnya, aku enggak bisa ngantarkan dia ke pintu gerbang kota Maghrib padahal sudah jauh dia datang dari arah Masyrik untuk menyapa, memeluk dan membelai jiwa kelelakianku.

Namun aku tetap bangga karena meskipun demikian halnya keadaanku, geliat rasa dan genit keimanan si cantik ramadhan tetap dipersembahkan melalui cumbuannya terhadapku.

Saat teman menyebutnya tamu ataupun panglima, namun aku memujanya sebagai pengantin wanita, karena aku lelaki.

AR-RAFFI AL ‘ALA

Jangan beri aku ma'af kalo mustahil ada ikhlas, sebab pasti setiap satu kesalahan dikemudian selalu dihitung kebelakang dan seterusnya.

Seperti enggak ada titik 0, seperti enggak pernah ada islah ramadhan, seperti firman ALLAH "hati membatu" atau "disesatkan" oleh Iradah-NYA, tanpa iman itu artinya.

Renungan batas kecerdasan dan tingkat kedewasaan, bebalkah atau pandir, tafakkur buat aku dan kita semua.

Seorang sahabat bernama Dede Hendriono mempunyai pertanyaan yang bernada galau, meski entah itu muncul dari rasa antah-berantah yang aku sendiri tidak tahu, tapi jelas itu berada dalam wilayah ketebalan imannya, sepertiku, diapun seorang pecinta dijalannya.

Demikian kira_kira dia bertanya:
"Kok banyak yang mengucapkan "Selamat Hari Raya Iedul Fitri"?
Terus ditambah dengan "hari kemenangan"?
Ada yang bisa menjelaskan...?
Aku masih bingung dengan kalimat-kalimat tersebut...
Yang lebih bingung "kemenangan" atas apa ya?"


Duhai sahabat tercinta, aku katakan bahwa "perang ini tanpa akhir, sepanjang hayat".

Ma'afkan aku yang lancang bercakap denganmu, tanpa jawaban yang engkau pinta, tapi sebagaimana dirimu akupun sama mengungkapkan apa yang aku rasakan untuk dicerna dengan jujur.

oleh: Agung Pramono

0 Opini:

Posting Komentar

silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.