Sabtu, 25 Juni 2016

Islam Sebagai Hakikat

Islam sebagai hakikat

Adalah hal yang sangat meresahkan bila semakin lama kita umat muslim hanya dikendalikan oleh tokoh/pemuka agama yang menggerakkan hati kita untuk membela agama tapi hanya memberikan pengetahuan Islam hanya sebatas kulitnya saja, tanpa hakikat tanpa isi.

Mengatasnamakan agama padahal Islam bukan sekedar agama, karena istilah agama bukan berasal dari Islam melainkan bahasa Jawa saja, Islam adalah ad-din.

Dengan dalih jangan memilih pemimpin non-muslim, padahal kita hanya membayangkan bahwa yang dimaksud adalah orang yang tidak beragama Islam atau ber-KTP Islam, dan itu adalah propaganda kulit Islam saja.

Sekarang, marilah kita masuk kedalam Islam dalam hakikat, seperti kita mengklaim bahwa Nabi Adam, Musa, Isa dan lainnya adalah seorang muslim dengan argumentasi dari sudut pandang yang hakiki, bukan sekedar kulit saja akan tetapi juga mental/jiwa ke-Islaman, Islam yang juga sesuai dengan makna harfiahnya secara bahasa, sejahtera atau yang membebaskan.

Din atau dien, دين (Bahasa Arab), דין (Bahasa Ibrani) adalah sebuah kata yang umumnya terkait dengan Islam, tetapi juga digunakan dalam Yudaisme dan Kekristenan Arab. Istilah ini sering diterjemahkan sebagai "agama", meskipun dalam bahasa Arab tidak memiliki arti yang pasti.

Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan dan ditakdirkan.

Apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan hartanya, baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.

Jika kita perhatikan dalam kamus, arti kata islam tidak keluar dari makna inqiyad (tunduk) dan istislam (pasrah). (al-Mu’jam al-Wasith, 1/446).

Secara bahasa bahwa Ad-Dien memiliki 4 makna yang saling berkaitan, yaitu:

1. As-Shultoh (kekuasaan)
2. Al-Khudu’ Lihadzihis Shultoh (ketundukan kepada kekuasaan)
3. An-Nidhom almunazzalu min hadzihis Shultoh (Peraturan yang dikeluarkan oleh kekuasaan)
4. Al-Jaza’ liman tho’a waman asho’ (Balasan dari kekuasaan terhadap yang taat atau yang membangkang).

Dapatlah kita tarik substansi Ad-Din adalah lembaga kekuasaan, yang didalamnya ada hukum / undang undang, ada masyarakat yang loyal atau tunduk kepada kekuasaan dan ada mekanisme pembalasan bagi yang mengikuti dan juga bagi yang membangkang.

Bila demikian, maka bisa jadi kita orang Indonesia dipecah-belah oleh Islam itu sendiri, pemimpin kulit yang sebenarnya lupa untuk memahami agama akan tetapi mempersenjatai diri dan jiwanya dengan ageman (Jawa) yang bukan ad-din, agama ibarat ageman atau pakaian saja, ageming aji yang hanya dianggap berharga dan berhenti sebagai anggapan atau opini belaka, Islam kulit yang mempermainkan hati/perasaan umat Islam awam secara merakyat dengan tanpa sadar justeru menjatuhkan Islam dalam hakikatnya sendiri.

Sekarang, amat sulit menemukan tokoh muslim yang mempunyai pemahaman agama dan kenegaraan yang mumpuni untuk memimpin kita semua, tapi bukan berarti tidak ada, maka marilah kita temukan dia.

...dan ini pun hanya sekedar opini yang sangat mungkin berseberangan dengan pemahaman pikiran lainnya.

(Initial AP on faith movement, a step in the destiny)

0 Opini:

Posting Komentar

silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.