MALAM KEDUAPULUHLIMA
Dalam soal shalat pun perempuan tetaplah berada di wingking (belakang). Ia tetaplah harus melayani lelaki, sehingga sang lelaki bisa memusatkan pikiran pada pekerjaan dan iabadahnya. Hingga selesai bekerja danberibadah, ia akan mendapatkan pelayanan istimewa dari perempuan. Bukankah perempuan sering disebut-sebut swarga nunut neraka katut?
Sebagai murid gelap Syekh Amongraga, Centhini merasa beruntung. Karena setiap malam, setidaknya Centhini bisa mendengarkan ketika Syekh Amongraga mewejang istrinya. Tentang manusia hidup, tentang lelaki, dan perempaun. Dan, sependapatku, Syekh Amongraga selalu berkata, lelaki dan perempuan sama saja. Ia adalah pribadi yang bebas dan dan tunduk karena dirinya sendiri, perbuatannya endiri. Tidak ada yang bisa mewakili, kecuali amal perbuatannya sendiri.
Lenggah akaliyan ingkang garwa,
Seh Among raga lon delinge,
Kawruhana sireku,
Wong tumitah alamdonyeki,
Kudu weruh ing asal,
Andikaning Rasul,
Sing sapa kang wruh sarira,
Aprasasat iku yayi wruh ing Widhi,
Kadwi iku parentah,
Tan kena ora kudu ngawruhi,
Kang tan weruh tan wruh ing kamulyan,
…….,
(……. duduk bersama istri/perlahan Syekh Amongraga mengingatkan/ketahuilah Dinda/manusia hidup di dunia iani/harus mengetahui asal-usul/sebagaimana sabda Rasul(Muhammad)/mereka yang mengetahui diri-pribadi/bagaikan melihat ALLAH/(yang) kedua, itu perintah/tak boleh tidak mengetahui/yang tak melihat ketidaktahuan (akan) kemuliaan……., : Serat Centhini, jilid VII, pupuh (dandanggula) 383:86-87)
MALAM KEDUAPULUHEENAM
Ya, di dapur, para perempuan itu dengan leluasa menghina-dina para lelaki. Bukan hanya lelaki istri orang, melainkan lelaki mereka sendiri. Suami-suami mereka sendiri bisa menjadi bahan ejekan sepanjang hari.
Dilamar lelaki. Ah!
Kalau Cebthini? Anak orang sembarangan ini, apakah boleh pula menampik lamaran lelaki?
Apa yang terjadi dengan ranjan gpengantin, biar sajalah terjadi.
Bukankah itu urusan mereka berdua sebagai suami dan istri?
Wajibkah Centhini mengetahuinya, dan kemudian dengan gegap-gempita mengabarkan pada seluruh warga desa, Denayu Tambangraras telah pecah keperawanannya?
MALAM KEDUAPULUHTUJUH
“bolehkah hamba tahu, mengapa?”
Syekh Amongraga tidak segera menjawab. Pikiran Centhini menebak-nebak.
“tidak semua hal harus diketahui terlebih dahulu, karena memang sulit untuk dimengerti. Demikian juga dalam hidup ini. Ada banyak rahasia yang kita perbincangkan, namun tidak pernah kita ketahui makna sebenarnya…”
Ana kidung rumeksa ing wengi,
Teguh rahayu…
(ada nyanyian yang (selalu) menjagai malam, (agar tetap) aman dan damai…, : dari tembang dandanggula)
MALAM KEDUAPULUHDELAPAN
Apakah itu penting? Tentu saja penting. Tapi lagi-lagi alasan sebagai perempuan, bagaimana caranya? Apakah mesti Centhini menyodor-nyodorkan diri, agar dilamar laki-laki? Apakah Centhini harus bergerak kemana-mana, hingga kemudian ada seorang lelaki yang meinta orang tuanya melamarnya?
Di depan pintu peraduan san pengantin, Centhini merebahkan diri.
Sendirian dalam kesunyian.
Begitu banyak pertanyaan, untuk begitu sedikit jawaban.
0 Opini:
Posting Komentar
silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.