Minggu, 04 Maret 2012

Matahari dan Langitnya

Matahari dan Langitnya

Gambaran tentang benih permaisuri istana langit hampir terbentuk saat matahari mengarahkanku kepada beberapa pertanyaan yang meliputi Bunda Pengaduan-nya.

Mata siapa yang menangis sebagai mendung dan hujan saat ruh tak peduli akan siang dan malam?

Wajah siapa yang mengatupkan bibir malam waktu ruh gusar tentang bumi yang mengeluarkan lumpur hitam?

Mata siapa yang berbinar siangnya waktu ruh mendekat sehasta demi sehasta: melangkah, menuju, mendekat, berbincang, menggenggam, memeluk hingga meniadakan jarak dengan penyatuan yang sempurna yang diridhoi?

Mulut siapa yang menanggapi dengan angin yang berputar saat ruh mulai goyah menopang dunia?

Kelopak mata mana yang menjadi perhatian ruh saat tertutup rapat dan sempurna dikecup?

Mata siapa yang berkaca aat ruh membawakan dunia yang telah takluk dalam kebenaran ilmu dan janji ALLAH?

Tanyakanlah pada matahari!

Dialah bayi yang meringkuk memandang lekat kepada si pemilik mata itu untuk memastikan kejadiannya.

Bayi yang menatap lekat pada suatu wajah saat menyusu di dada si pemilik wajah.

Bayi yang akan memeluk si pemilik bibir dan mengecupnya secara lugu dengan kebasahan mulut mungilnya lalu mengalihkan kepadanya sebagai pusat perhatian.

Bayi yang selalu menyebut kasihnya itu sebagai ‘Bunda’.

Dialah yang kusebut ‘gadis perawan dari kampung langit’.
oleh: Agung Pramono

0 Opini:

Posting Komentar

silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.