Senin, 05 Maret 2012

Iblis di Mata

Iblis di Mata

Sebelum tidur anakku pernah mengatakan dalam ketakutannya saat menatap wajah saya, “matanya Ayah kayak setan…”

Ya, peka sekali dia, Ayah memang pernah memimpin pasukan iblis, nak.

Bahkan hingga saat ini mereka hormati kepeminpinan Ayah dan merindukan Ayah untuk kembali berada di depan.

Sempat Ayah pimpin mereka dalam beragam peperangan, melawan nafsu mereka sendiri hingga banyak diantara mereka yang gugur – malah rela mati.

Namun, banyak orang yang tidak tahu bahwa setan itu sudahlah takluk, tersisa sedikit dari mereka dan gentar.

Hingga sekarang orang selalu menyalahkan setan dalam kejahatan dan pelanggaran yang orang itu lakukan.

Sementara iblis hanya mengganggu sekali dan meski setan memang mengalir di dalam darah, tapi manusia itu diberi akal dan hati.

“ya, nak - hanya terperangkap di mata... dan Ayah tidak akan kembali, wahai anakku sayang”, demikian aku berkata dalam hati sembari memalingkan pandanganku darinya yang bersiap untuk tidur dalam peluk susuan sang Bunda.

“itu di tangan Ayah juga ada gambarnya, kan?” aih, lugu memang si bidadari mungilku.

“iya sayang, itulah kitabnya – itu kitab iblis disebutnya”, jawabku menerangkan.

“warna-warni, ya Yah? Kata Bunda yang berwarna cerah cantik seperti aku” tanggapnya.

“ya, ya cantik. Sekedarnya tapi tidak ada keanggunan seperti Bunda Langit dan Mataharinya”.

Ya, kitab iblis itu menutup sekarang dan selamanya tidak mungkin terbuka apalagi kubaca, dia telah disemat dengan segel.

“Bunda, pasti Bunda cantik yang udah nutup bukunya, ya Yah ya? Ayah kalah dong… Ayah kalah hahaha” ouwh, cerianya anak bidadari ini, duh.

Ya, Permaisuri dari kampung langit itu telah membuat lenganku luka berdarah dan menganga hingga kini, kalimatnya tajam terbungkus keluguan yang diridhai sang Raja, dan tanpa obat penawar pula melainkan membalutnya dengan selendang kesombongan sang Raja.

Tidak ada kitab yang lebih sombong isinya ketimbang yang Nyata.

“Ayah tidak kalah sayang… tidak boleh kan? Tapi Ayah menundukkan diri dalam kenyataan adanya kecantikan yang anggun, lugu dan sombong”.

oleh: Agung Pramono


1 komentar:

  1. Bener-bener bermakna mas agung, hmmm tapi masih saya pelajari lagi apa maksudnya :/

    BalasHapus

silakan komen selama isinya nggak nyangkut SARA atau hal sensitif lain - karena saya sendiri nggak punya pengetahuan-nalar-logika yang mumpuni buat njaga agar nggak keluar jalur.